Rabu, 02 Mei 2012

Bintaro Jaya - Obrolan Santai : Kebijakan BI Perihal Kenaikan DP 30%

Surat edaran Bank Indonesia yg bertanggal 15 maret 2012 yang mengatur tentang Loan To Value (LTV) 70% yang boleh dikucurkan bank-bank untuk KPR dan akan mulai diberlakukan 3 bulan kemudian,efektif per 15 juni 2012 menuai banyak protes dari masyarakat, apalagi dari para praktisi properti. Kebijakan yang menurut BI ini, dibuat bertujuan untuk mencegah "bubble"-nya harga properti di Indonesia dan juga upaya preventif untuk menekan angka NPL (non-performing loan) alias kredit macet dari sektor kredit konsumer properti. Tidak sedikit yang kontra terhadap kebijakan ini, seperti pendapat ekonom yang sedang mencalonkan diri jadi DKI 1, Bpk Faisal Basri, yang menyatakan bahwa kebijakan ini tidak bisa diterapkan secara merata kepada semua orang yang ingin membeli properti. Menurut beliau, jika memang tujuan BI mecegah "bubble" harga properti,maka kebijakan ini sebaiknya diberlakukan hanya kepada spekulan yang notabene bukan sebagai pembeli "rumah pertama", tetapi bisa saja sebagai pembeli rumahnya yg kesekian. Karena dengan adanya peraturan ini, akan semakin menyulitkan rakyat yang memang betul2 belum pernah memiliki rumah untuk proses KPR-nya, dikarenakan DP atau uang muka sebesar 30% yang harus dikumpulkan akan semakin besar nominalnya. Menurut analisa penulis, apa yg diucapkan bapak Faisal Basri cukup masuk akal, karena masih teramat banyak rakyat indonesia yang belum memiliki rumah sendiri, dan sangat memerlukan bantuan kucuran dana dari pihak bank dalam usaha pembelian rumahnya. Dan apabila memang untuk mengerem harga properti yang terus naik amat tinggi, maka kebijakan ini dapat diterapkan bagi spekulan atau investor yg membeli rumah kedua dan seterusnya, dan semuanya dapat diatur dengan koordinasi antara BPN dan kantor pelayanan pajak untuk pencantuman nama kepemilikan rumah pertama atau keduanya. Menurut penulis, apabila untuk mencegah kredit macet di sektor properti sangatlah aneh. Karena penyumbang kredit macet terbesar dari kredit konsumer di bank2, baik pemerintah maupun swasta adalah dari kartu kredit, KTA dan kredit kendaraan bermotor. Bukan dari kredit pemilikan rumah (KPR), yang apabila terjadi kredit macet pun, bank tidak akan pernah rugi karena nilai harga properti yg terus merangkak naik pada saat akan dilelang atau di take over. Selain itu, syarat pengajuan KPR di Indonesia boleh dibilang termasuk ketat dibandingkan negara2 lain,baik dalam hal BI Checking maupun studi kelayakan debitur. Hal lain yang perlu diingat pemerintah, bahwa di luar negeri sekitar asia tenggara, suku bunga KPR tidaklah setinggi bunga di Indonesia dan juga tenor waktu pinjaman lebih fleksibel dibandingkan di Indonesia yang paling maksimal hanya 20 tahun. Sehingga sangatlah mengherankan jika dengan adanya syarat dan kondisi yang sudah sedemikian rumitnya, pemerintah melalui Bank Indonesia masih juga menerapkan aturan yang bisa dikategorikan menyusahkan rakyatnya sendiri dan tidak peka terhadap kebutuhan primer masyarakat akan papan/rumah. Rizal, Sales Consultant Bintaro Jaya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar